Cari Blog Ini

Senin, 23 September 2013

HUBUNGAN BAHASA PIJIN DAN KREOL DALAM FONOLOGI, MORFOLOGI, SINTAKSIS, DAN GRAMMAR



Sociolinguistic Assignment
 

HUBUNGAN BAHASA PIJIN DAN KREOL
DALAM FONOLOGI, MORFOLOGI, SINTAKSIS, DAN GRAMMAR

Munculnya pijin kemungkinan mengharuskan ada setidaknya tiga bahasa. Jika salah satu bahasa lebih dominan, pengguna bahasa yang tidak dominan berperan penting dalam pembentukan pijin. Mereka tidak hanya berbicara kepada pengguna bahasa dominan, tetapi juga harus anatar mereka yang tidak dominan. Dengan demikian, dominasi bahasa tersebut akan hilang. Bahasa pijin juga merupakan bahasa perdagangan yang digunakan di daerah pantai dimana terdapat banyak bahasa. Oleh karena itu bahasa pijin lebih merupakan lingua franca anatar mereka yang tidak mampu saling berkomunikasi dengan bahasa standar. Misalnya, pidgin Chinese English oleh penutur bahasa Cina yang beragam, dan Neo-Melanesian (Tok Pisin) yang merupakan bahasa pemersatu penutur berbagai bahasa di Papua Nugini.

Pengguna bahasa pijin sering dianggap sebagai orang yang kurang, baik secara sosial dan budaya, bahkan secara kognitif. Bahasa pijin bukanlah sekedar baby-talk yang digunakan orang dewasa karena penyederhanaan bentuk, bahasa pijin memiliki aturan-aturan tersendiri. Bahasa pijin yang berbeda-beda memiliki banyak kesamaan yang kemudian menimbulkan masalah penting secara teoritis yang berkaitan dengan asal-usul dan juga kemampuan manusia untuk memperoleh bahasa.
Kreol merupakan bahasa yang normal. Kreol memiliki penutur asli, tetapi seperti halnya pijin, kreol memiliki hubungan yang tidak sederhana dengan bahasa standar yang menjadi akarnya. Contohnya, bahasa Inggris pijin memiliki hubungan yang rumit dengan bahasa Inggris standar, demikian juga dengan kreol Haiti yang berakar bahasa Perancis juga memiliki hubungan yang rumit dengan bahasa Perancis. Hubungan kreol Haiti dengan bahasa Perancis berbeda dengan hubungan kreol Jamaika yang berakar bahasa Inggris dengan bahasa Inggris standar. Para pengguna bahasa pijin dan kreol mungkin merasa bahwa mereka berbicara bahasa yang kurang normal dikarenakan oleh cara mereka memandang bahasa tersebut dibandingkan bahasa akarnya, Perancis atau Inggris.
Pijinisasi dan kreolisasi hamper saling berlawanan. Pijinisasi melibatkan penyederhanaan bahasa, misalnya pengurangan morfologi (struktur kata), dan sintaksis (struktur tata bahasa), adanya toleransi terhadap variasi fonologi (pelafalan), pengurangan fungsi bahasa pijin (misalnya bahasa pijin tidak digunakan untuk menulis novel), peminjaman kosakata dari bahasa ibu setempat. Sebaliknya, kreolisasi melibatkan pelebaran morfologi dan sintaksis, pengaturan fonologi, secara sengaja ditambahkan fungsi bahasa tersebut dan perkembangan system yang rasional dan tetap untuk menambah vokabuler. Meskipun proses pembentukan kedua bahasa tersebut berbeda, tetapi pada situasi tertentu sulit dibedakan apakah kita menggunakan bahasa pijin atau kreol. Misalnya, Hawaiian Pidgin English dan Hawaiian Creole English yang sebenarnya digunakan oleh orang yang samauntuk menggambarkan variasi yang sama. Demikian juga dengan bahasa Neo-Melanesia, terkadang disebut pijin, dan terkadang lagi disebut kreol.
Sierra Leone memiliki bahasa pijin dan kreol berakar bahasa Inggris. West African Pidgin English di gumakan di Afrika Barat. Kreol krio digunakan di ibukota, Freetown, berasal dari para budak yang kembali dari Jamaika dan Inggris. Bahasa Inggris standar digunakan di ibukota dengan dua bentuk, Inggris dan lokal. Menggambarkan cirri-ciri bahasa pijin dan kreol tidak bisa dilepaskan dari bahasa akarnya. Bahasa pijin dan kreol memiliki system linguistikyang ditata dengan apik. Orang yang hendak mempelajari pijin dan kreol juga harus belajar seperti belajar bahasa lain.
Bunyi dalam bahasa pijin dan kreol mungkin tidak serumit bahasa yang menjadi akarnya. Misalnya, bahasa Neo-Melanisia hanya menggunakan lima vocal dasar dan konsonannya lebih sedikit dibandingkan bahasa inggris. Tidak ada perbedaan antara it atau eat, sip, ship, atau chip. Akibatnya akan muncul lebih banyak homofon, kata yang memiliki bunyi yang sama, tetapi maknanya berbeda. Tetapi penutur bahasa ini dapat membedakan antara ship atau sheep. Ship menjadi sip, sedangkan sheep menjadi sipsip. Tidak ada beda antara p dan f, wanpela dengan wanfela yang berarti one (satu). Variasi morfonemik, seperti awalan, akhiran dan sebagainya, tidak ditemukan dalam bahasa pijin, tetapi perkembangan seperti ini merupakan satu cirri adanya kreolisasi, bahasa pijin berubah menjadi bahasa kreol.
Dalam bahasa pijin juga tidak ditemukan infleksi dalam kata benda, kata ganti, kata kerja, dan kata sifat. Kata ganti tidak dibedakan dengan kasus, misalnya I-me, he-him, demikian juga dengan infleksi kata kerja, seperti go-went, good-better, dan sebagainya. Mereka tidak memperhatikan hal-hal seperti itu. Secara Sintaksis, tata bahasanya tidak rumit. Pijin tidak mengenal anak dan induk kalimat. Perkembangan anak kalimat menunjukkan proses kreolisasi pijin tersebut. Partikel tampak sering digunakan, penidakan (negasi) hanya menggunakan bentuk no, misalnya, I no tu had (it’s not too hard). Yang menarik adalah penggunaan partikel untuk menunjukkan bahwa suatu perbuatan sedang dan terus berlangsung (continous aspect), misalnya a de go wok (I’m going to work) dalam bahasa Krio, mo ape travaj (I’m working) dalam bahasa Perancis Lousiana atau a ka nda (He’s going).
Vocabuler bahasa pijin dan kreol memiliki makna yang sama dengan bahasa akarnya. Untuk menghindari kesalahan pemahaman atau untuk menerangkan satu konsep tertentu biasa digunakan repetisi atau intensifikasi. Misalnya, talk (berbicara) dan talktalk (bercakap-cakap), dry (kering) dan drydry (tidak menyenangkan), look (melihat) dan looklook (menatap), cry (menangis) dan crycry (menangis terus menerus), pis (damai) dan pispis (kencing), san (matahari) dan sansan (pasir).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar