Sociolinguistic Assignment
HUBUNGAN BAHASA
PIJIN DAN KREOL
DALAM FONOLOGI,
MORFOLOGI, SINTAKSIS, DAN GRAMMAR
Munculnya
pijin kemungkinan mengharuskan ada setidaknya tiga bahasa. Jika salah satu
bahasa lebih dominan, pengguna bahasa yang tidak dominan berperan penting dalam
pembentukan pijin. Mereka tidak hanya berbicara kepada pengguna bahasa dominan,
tetapi juga harus anatar mereka yang tidak dominan. Dengan demikian, dominasi
bahasa tersebut akan hilang. Bahasa pijin juga merupakan bahasa perdagangan
yang digunakan di daerah pantai dimana terdapat banyak bahasa. Oleh karena itu
bahasa pijin lebih merupakan lingua
franca anatar mereka yang tidak mampu saling berkomunikasi dengan bahasa
standar. Misalnya, pidgin Chinese English
oleh penutur bahasa Cina yang beragam, dan Neo-Melanesian
(Tok Pisin) yang merupakan bahasa pemersatu penutur berbagai bahasa di Papua
Nugini.
Pengguna
bahasa pijin sering dianggap sebagai orang yang kurang, baik secara sosial dan
budaya, bahkan secara kognitif. Bahasa pijin bukanlah sekedar baby-talk yang digunakan orang dewasa
karena penyederhanaan bentuk, bahasa pijin memiliki aturan-aturan tersendiri.
Bahasa pijin yang berbeda-beda memiliki banyak kesamaan yang kemudian
menimbulkan masalah penting secara teoritis yang berkaitan dengan asal-usul dan
juga kemampuan manusia untuk memperoleh bahasa.
Kreol
merupakan bahasa yang normal. Kreol memiliki penutur asli, tetapi seperti
halnya pijin, kreol memiliki hubungan yang tidak sederhana dengan bahasa
standar yang menjadi akarnya. Contohnya, bahasa Inggris pijin memiliki hubungan
yang rumit dengan bahasa Inggris standar, demikian juga dengan kreol Haiti yang
berakar bahasa Perancis juga memiliki hubungan yang rumit dengan bahasa
Perancis. Hubungan kreol Haiti dengan bahasa Perancis berbeda dengan hubungan kreol
Jamaika yang berakar bahasa Inggris dengan bahasa Inggris standar. Para
pengguna bahasa pijin dan kreol mungkin merasa bahwa mereka berbicara bahasa
yang kurang normal dikarenakan oleh cara mereka memandang bahasa tersebut
dibandingkan bahasa akarnya, Perancis atau Inggris.
Pijinisasi
dan kreolisasi hamper saling berlawanan. Pijinisasi melibatkan penyederhanaan
bahasa, misalnya pengurangan morfologi (struktur kata), dan sintaksis (struktur
tata bahasa), adanya toleransi terhadap variasi fonologi (pelafalan), pengurangan
fungsi bahasa pijin (misalnya bahasa pijin tidak digunakan untuk menulis
novel), peminjaman kosakata dari bahasa ibu setempat. Sebaliknya, kreolisasi
melibatkan pelebaran morfologi dan sintaksis, pengaturan fonologi, secara
sengaja ditambahkan fungsi bahasa tersebut dan perkembangan system yang
rasional dan tetap untuk menambah vokabuler. Meskipun proses pembentukan kedua
bahasa tersebut berbeda, tetapi pada situasi tertentu sulit dibedakan apakah
kita menggunakan bahasa pijin atau kreol. Misalnya, Hawaiian Pidgin English dan Hawaiian
Creole English yang sebenarnya digunakan oleh orang yang samauntuk
menggambarkan variasi yang sama. Demikian juga dengan bahasa Neo-Melanesia, terkadang disebut pijin,
dan terkadang lagi disebut kreol.
Sierra
Leone memiliki bahasa pijin dan kreol berakar bahasa Inggris. West African Pidgin English di gumakan
di Afrika Barat. Kreol krio digunakan di ibukota, Freetown, berasal dari para
budak yang kembali dari Jamaika dan Inggris. Bahasa Inggris standar digunakan
di ibukota dengan dua bentuk, Inggris dan lokal. Menggambarkan cirri-ciri
bahasa pijin dan kreol tidak bisa dilepaskan dari bahasa akarnya. Bahasa pijin
dan kreol memiliki system linguistikyang ditata dengan apik. Orang yang hendak
mempelajari pijin dan kreol juga harus belajar seperti belajar bahasa lain.
Bunyi
dalam bahasa pijin dan kreol mungkin tidak serumit bahasa yang menjadi akarnya.
Misalnya, bahasa Neo-Melanisia hanya
menggunakan lima vocal dasar dan konsonannya lebih sedikit dibandingkan bahasa inggris.
Tidak ada perbedaan antara it atau eat, sip,
ship, atau chip. Akibatnya akan muncul lebih banyak homofon, kata yang
memiliki bunyi yang sama, tetapi maknanya berbeda. Tetapi penutur bahasa ini
dapat membedakan antara ship atau sheep. Ship menjadi sip,
sedangkan sheep menjadi sipsip. Tidak ada beda antara p dan f, wanpela dengan wanfela yang berarti one (satu). Variasi morfonemik, seperti
awalan, akhiran dan sebagainya, tidak ditemukan dalam bahasa pijin, tetapi
perkembangan seperti ini merupakan satu cirri adanya kreolisasi, bahasa pijin
berubah menjadi bahasa kreol.
Dalam
bahasa pijin juga tidak ditemukan infleksi dalam kata benda, kata ganti, kata
kerja, dan kata sifat. Kata ganti tidak dibedakan dengan kasus, misalnya I-me, he-him, demikian juga dengan infleksi kata kerja, seperti go-went, good-better, dan sebagainya. Mereka tidak memperhatikan hal-hal
seperti itu. Secara Sintaksis, tata bahasanya tidak rumit. Pijin tidak mengenal
anak dan induk kalimat. Perkembangan anak kalimat menunjukkan proses kreolisasi
pijin tersebut. Partikel tampak sering digunakan, penidakan (negasi) hanya
menggunakan bentuk no, misalnya, I no tu had (it’s not too hard). Yang
menarik adalah penggunaan partikel untuk menunjukkan bahwa suatu perbuatan
sedang dan terus berlangsung (continous aspect), misalnya a de go wok (I’m going
to work) dalam bahasa Krio, mo ape travaj (I’m working) dalam
bahasa Perancis Lousiana atau a ka nda (He’s going).
Vocabuler
bahasa pijin dan kreol memiliki makna yang sama dengan bahasa akarnya. Untuk
menghindari kesalahan pemahaman atau untuk menerangkan satu konsep tertentu
biasa digunakan repetisi atau intensifikasi. Misalnya, talk (berbicara) dan talktalk
(bercakap-cakap), dry (kering) dan drydry (tidak menyenangkan), look (melihat) dan looklook (menatap), cry
(menangis) dan crycry (menangis terus
menerus), pis (damai) dan pispis (kencing), san (matahari) dan sansan (pasir).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar